Biografi Everett M. Rogers
Bernama lengkap Everett M. Rogers, pria ini
dilahirkan di Carroll, Iowa pada tanggal 6 Maret 1931. Ia dibesarkan dalam
lingkungan keluarga pemilik Pinehurst Farm. Awalnya Rogers tidak memiliki ide
untuk mengambil kuliah hingga gurunya mengarahkannya beserta beberapa
teman-teman sekelasnya untuk mengambil Agriculture untuk S1 dan S2-nya di
Iowa State University. Selanjutnya ia sempat menjadi suka relawan di perang
Korea selama 2 tahun. Sepulangnya dari perang itu Rogers kembali lagi ke Iowa
State University untuk mendapatkan gelar PhD di bidang sosiologi dan statistik
pada tahun 1957.
Ketika edisi pertama
( 1962) Difusi Inovasi diterbitkan , Rogers adalah seorang asisten profesor
sosiologi pedesaan di Ohio State University . Dia baru berusia 30 tahun tetapi
menjadi tokoh terkenal di dunia akademik . Pada pertengahan 2000-an , The
Difusi Inovasi menjadi buku kedua - paling-dikutip dalam ilmu sosial . ( Arvind
Singhal : Memperkenalkan Professor Everett M. Rogers , 47th Annual Penelitian
Dosen , University of New Mexico ) [ 1 ] . Edisi kelima ( 2003 , dengan Nancy
Singer Olaguera ) membahas penyebaran Internet , dan bagaimana ia telah
mengubah cara manusia berkomunikasi dan mengadopsi ide-ide baru .
Rogers mengusulkan bahwa pengadopsi dari setiap inovasi atau ide baru dapat dikategorikan sebagai inovator ( 2,5 % ) , pengadopsi awal ( 13,5 % ) , mayoritas awal ( 34 % ) , mayoritas akhir ( 34 % ) dan lamban ( 16 % ) , berdasarkan Bell kurva berbasis matematis . Kategori-kategori ini , berdasarkan standar deviasi dari rata-rata dari kurva normal , memberikan bahasa yang umum untuk inovasi peneliti . Kesediaan Setiap adopter dan kemampuan untuk mengadopsi suatu inovasi tergantung pada mereka kesadaran , minat , evaluasi , percobaan , dan adopsi . Orang-orang dapat jatuh ke dalam kategori yang berbeda untuk berbagai inovasi - petani mungkin menjadi adopter awal inovasi mekanik , tapi adopter mayoritas akhir inovasi biologis atau VCR .
Bila digambarkan , tingkat adopsi membentuk apa yang kemudian melambangkan Difusi Inovasi Model , sebuah ( kurva S ) Grafik dasarnya menunjukkan persentase kumulatif pengadopsi dari waktu ke waktu " kurva s - berbentuk . " - Lambat di awal , lebih cepat karena adopsi meningkat, maka meratakan off sampai hanya sebagian kecil dari lamban belum diadopsi . [ Rogers , Diffusion of Innovations 1983 ]
Penelitian dan Karyanya menjadi diterima secara luas dalam komunikasi dan studi adopsi teknologi , dan juga menemukan jalan ke berbagai studi ilmu sosial lainnya . Rogers juga dapat berhubungan penelitian komunikasi untuk masalah kesehatan yang praktis , termasuk kebersihan , keluarga berencana , pencegahan kanker , dan mengemudi dalam keadaan mabuk .
Rogers mengusulkan bahwa pengadopsi dari setiap inovasi atau ide baru dapat dikategorikan sebagai inovator ( 2,5 % ) , pengadopsi awal ( 13,5 % ) , mayoritas awal ( 34 % ) , mayoritas akhir ( 34 % ) dan lamban ( 16 % ) , berdasarkan Bell kurva berbasis matematis . Kategori-kategori ini , berdasarkan standar deviasi dari rata-rata dari kurva normal , memberikan bahasa yang umum untuk inovasi peneliti . Kesediaan Setiap adopter dan kemampuan untuk mengadopsi suatu inovasi tergantung pada mereka kesadaran , minat , evaluasi , percobaan , dan adopsi . Orang-orang dapat jatuh ke dalam kategori yang berbeda untuk berbagai inovasi - petani mungkin menjadi adopter awal inovasi mekanik , tapi adopter mayoritas akhir inovasi biologis atau VCR .
Bila digambarkan , tingkat adopsi membentuk apa yang kemudian melambangkan Difusi Inovasi Model , sebuah ( kurva S ) Grafik dasarnya menunjukkan persentase kumulatif pengadopsi dari waktu ke waktu " kurva s - berbentuk . " - Lambat di awal , lebih cepat karena adopsi meningkat, maka meratakan off sampai hanya sebagian kecil dari lamban belum diadopsi . [ Rogers , Diffusion of Innovations 1983 ]
Penelitian dan Karyanya menjadi diterima secara luas dalam komunikasi dan studi adopsi teknologi , dan juga menemukan jalan ke berbagai studi ilmu sosial lainnya . Rogers juga dapat berhubungan penelitian komunikasi untuk masalah kesehatan yang praktis , termasuk kebersihan , keluarga berencana , pencegahan kanker , dan mengemudi dalam keadaan mabuk .
TEORI DIFUSI INOVASI MENURUT EVERETT M. ROGERS DAN
PENERAPANNYA
Difusi Inovasi
adalah teori
tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi
baru tersebar dalam sebuah kebudayaan[1] .
Teori ini dipopulerkan oleh Everett Rogers
pada tahun 1964
melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations. Ia
mendefinisikan difusi sebagai proses
dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan
jangka waktu
tertentu dalam sebuah sistem sosial.
Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek
yang dianggap baru oleh manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini
bahwa sebuah inovasi terdifusi ke seluruh masyarakat dalam pola
yang bisa diprediksi. Beberapa kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi
segera setelah mereka mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok
masyarakat lainnya membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi
tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu
dikatakan exploded atau
meledak.
Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas
teori pada abad ke 19
dari seorang ilmuwan Perancis,
Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul “The Laws of Imitation” (1930),
Tarde mengemukakan teori kurva S
dari adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal.
Tarde juga memperkenalkan gagasan mengenai opinion leadership ,
yakni ide yang menjadi penting di antara para peneliti efek media
beberapa dekade
kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan
orang
yang memiliki ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar,
sehingga mereka lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang ini
dinilai bisa memengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah inovasi.[2]
Di dalam buku Diffusion
of Innovation, Everett M. Rogers mendefinisikan difusi inovasi adalah
”proses sosial yang
mengomunikasikan informasi tentang ide baru yang dipandang secara subjektif.
Makna inovasi dengan demikian perlahan-lahan dikembangkan melalui sebuah proses
konstruksi sosial.”
”inovasi yang dipandang
oleh penerima sebagai inovasi yang mempunyai manfaat relatif, kesesuaian,
kemampuan untuk dicoba, kemampuan dapat dilihat yang jauh lebih besar, dan
tingkat kerumitan yang lebih rendahakan lebih cepat diadopsi daripada
inovasi-inovasi lainnya.”
Difusi merupakan suatu jenis khusus
komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru.
Komunikasi didefinisikan sebagai proses dimana para pelakunya menciptakan
informasi dan saling bertukar informasi untuk mencapai pengertian bersama. Di
dalam pesan itu terdapat ketermasaan (newness) yang memberikan ciri khusus
kepada difusi yang menyangkut ketakpastian (uncertainty).
Asumsi utama yang dapat disimpulkan dari
teori ini adalah:
1. Difusi inovasi adalah proses sosial yang
mengomunikasikan informasi tentang ide baru yang dipandang secara subjektif.
Makna inovasi dengan demikian perlahan-lahan dikembangkan melalui sebuah proses
konstruksi sosial
2. Inovasi yang dipandang oleh penerima sebagai inovasi
yang mempunyai manfaat relatif, kesesuaian, kemampuan untuk dicoba, kemampuan dapat
dilihat yang jauh lebih besar, dan tingkat kerumitan yang lebih rendah akan
lebih cepat diadopsi daripada inovasi-inovasi lainnya
3. Ada sedikitnya 5 tahapan dalam difusi inovasi yakni,
tahap pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi, dan konfirmasi
4. Ada 5 tipe masyarakat dalam mengadopsi inovasi yakni
inovator, early adopter, early majority, late majority, dan laggard.
Unsur-unsur Difusi Inovasi :
Dari definisi yang diberikan oleh Everett M. Rogers tersebut, ada empat
unsur utama yang terjadi dalam proses difusi inovasi sebagai berikut:
1. Inovasi
Inovasi merupakan sebuah ide, praktek,
atau objek yang dianggap sebagai suatu yang baru oleh seorang individu atau
satu unit adopsi lain. Semua inovasi memiliki komponen ide tetapi tak banyak
yang memiliki wujud fisik, ideologi misalnya. Inovasi yang tidak memliliki
wujud fisik diadopsi berupa keputusan simbolis. Sedangkan yang memiliki wujud
fisik pengadopsiannya diikuti dengan keputusan tindakan. Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi
yang dapat memengaruhi keputusan terhadap pengadopsian suatu inovasi meliputi:
a.
Keunggulan relatif (relative advantage)
Keunggulan relatif adalah derajat dimana
suatu inovasi dianggap lebih baik atau unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti
segi eknomi, prestise sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar
keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut
dapat diadopsi.
Contoh :
Dalam pembelian handphone, pengguna handphone akan
mencari handphone yang lebih baik dari yang ia gunakan sebelumnya.
Misalnya dari penggunaan Nokia N97 berganti ke Blackberry
b.
Kompatibilitas (compatibility)
Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten
dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi.
Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan
nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan
mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
Contoh :
Dalam suku Badui
dalam terdapat aturan untuk tidak menggunakan teknologi dari luar, sehingga
bentuk inovasi seperti alat-elektronik tidak mereka adopsi karena tidak sesuai
dengan norma sosial yang mereka miliki
c.
Kerumitan (complexity)
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap
sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat
dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin
mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi
dapat diadopsi.
Contoh :
Masyarakat pengguna PC atau notebook terbiasa
dengan penggunaan Windows yang lebih mudah dibandingkan Linux, walaupun Linux
memiliki kelebihan dibandingkan Windows tetapi karena penggunaannya lebih rumit
masih sedikit orang yang menggunakan Linux
d.
Kemampuan diujicobakan (trialability)
Kemampuan untuk diujicobakan adalah derajat
dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat
di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu
inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
Contoh :
Produk Molto Ultra Sekali Bilas cepat diterima masyarakat karena secara
langsung dapat dibandingkan dengan produk-produk sejenis lainnya.
e.
Kemampuan diamati (observability)
Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana
hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang
melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau
sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin
besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji
cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin
cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
2. Saluran komunikasi
Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama atau yang
biasa disebut mutual understanding antara dua atau lebih partisipan komunikasi
terhadap suatu pesan (dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi
tertentu. Dengan demikian diadopsinya suatu ide baru (inovasi) dipengaruhi oleh
partisipan komunikasi dan saluran komunikasi. Saluran komunikasi dapatr
dikatakan memegang peranan penting dalam proses penyebaran inovasi, karena
melalui itulah inovasi dapat tersebar kepada anggota sistem sosial.
Dalam tahap-tahap tertentu dari proses pengambilan keputusan inovasi, suatu
jenis saluran komunikasi tertentu juga memainkan peranan lebih penting
dibandingkan dengan jenis saluran komunikasi lain. Ada dua jenis kategori
saluran komunikasi yang digunakan dalam proses difusi inovasi, yakni saluran
media massa dan saluran antarpribadi atau saluran lokal dan kosmopolit. Saluran
lokal adalah saluran yang berasal dari sistem sosial yang sedang diselidiki.
Saluran kosmopolit adalah saluran komunikasi yang berada di luar sistem sosial
yang sedang diselidiki. Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar,
dan lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang
banyak dengan cepat dari satu sumber. Sedangkan saluran antarpribadi dalam
proses difusi inovasi ini melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka
antara dua atau lebih individu yang biasanya memiliki kekerabatan dekat.
Hasil penelitian berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukan beberapa
prinsip sebagai berikut:
a. Saluran komunikasi masa
relatif lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran antar pribadi
(interpersonal) relatif lebih penting pada tahap persuasi. Hal ini disebabkan
saluran komunikasi massa dapat membentuk awareness secara serempak dalam waktu
yang dikatakan cukup singkat dibandingkan dengen efek komunikasi antarpribadi.
b. Saluran kosmopolit lebih
penting pada tahap pengetahuan dan saluran lokal relatif lebih penting pada
tahap persuasi.
c. Saluran media masa relatif
lebih penting dibandingkan dengan saluran antar pribadi bagi adopter awal
(early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter). Sesuai dengan
karakteristiknya masing-masing, golongan adopter awal menyukai ide-ide baru
tanpa perlu persuasi yang berlebihan sehingga media massa saja sudah cukup
membuat mereka mau mengadopsi sebuah inovasi berbeda dengan orang-orang dari
golongan adopter akhir, karakteristik mereka yang kurang menyukai risiko
menyebabkan komunikasi antarpribadi yang paling bekerja dengan baik. Mereka
cenderung melihat atau berkaca pada orang-orang disekitar mereka yang sudah
menggunakan inovasi tersebut dan apabila berhasil mereka baru mau mengikutinya.
d. Saluran kosmopolit relatif lebih penting
dibandingkan denan saluran lokal bagi bagi adopter awal (early adopter)
dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).
Metode komunikasi massa seperti penggunaan
iklan memang dapat menyebarkan informasi tentang inovasi baru dengan cepat
tetapi hal tersebut tidak lantas dapat begitu saja membuat inovasi baru
tersebut diadopsi oleh khalayak. Hal itu dikarenakan diadopsi tidaknya inovasi
baru terkait dengan masalah resiko dan ketidakpastian. Disinilah letak
pentingnya komunikasi antarpribadi. Orang akan lebih percaya kepada orang yang
sudah dikenalnya dan dipercayai lebih awal atau orang yang mungkin sudah
berhasil mengadopsi inovasi baru itu sendiri, dan juga orang yang memiliki
kredibilitas untuk memberi saran mengenai inovasi tersebut. Hal tersebut
digambarkan oleh ilustrasi kurva dibawah ini yang menggambarkan bahwa
komunikasi interpersonal menjadi begitu sangat berpengaruh dari waktu ke waktu
dibandingkan dengan komunikasi massa.
3. Kurun waktu tertentu
Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi. Dimensi
waktu, dalam proses difusi, berpengaruh dalam tiga hal, yakni:
a. Proses keputusan inovasi,
yaitu proses mental yang terjadi dimana individu mulai mengalami tahapan
menerima informasi pertama yang membentuk sikap seseorang terhadap inovasi
sampai kepada keputusan apakah individu tersebut menerima atau menolak inovasi,
hingga tahapan implementasi dan konfirmasi berkenaan dengan inovasi tersebut.
Ada beberapa tahap dalam proses keputusan inovasi ini, yakni:
Tahap pengetahuan pertama terhadap inovasi
Tahap pembentukan sikap kepada inovasi
Tahap pengambilan keputusan menerima atau menolak inovasi
Tahap pelaksanaan inovasi
Tahap konfirmasi dari keputusan
b.
Waktu memengaruhi difusi dalam keinovatifan individu atau unit adopsi.
Keinovatifan adalah tingkatan dimana individu dikategorikan secara relative
dalam mengadopsi sebuah ide baru dibanding anggota suatu sistem sosial lainnya.
Kategori tersebut antara lain adalah innovator, early adopter, early majority,
late majority, dan laggard. Klasifikasi ini dikarenakan dalam sebuah sistem,
individu tidak akan secara serempak dalam suatu waktu mengadopsi sebuah inovasi
melainkan perlahan-lahan secara berurut. Keinovatifan inilah yang pada akhirnya
menjadi indikasi yang menunjukkan perubahan tingkah laku individu
c.
Kecepatan rata-rata adopsi ide baru dalam sebuah sistem sangat dipengaruhi oleh
dimensi waktu. Kecepatan adopsi adalah kecepatan relative yang berkenaan dengan
pengadopsian suatu inovasi oleh anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi
dalam periode waktu tertentu. Kecepatan ini selalu diukur dengan jumlah anggota
suatu sistem yang mengadopsi inovasi dalam periode waktu tertentu.
4. Sistem Sosial
Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem
sosial. Sistem sosial adalah satu set unit yang saling berhubungan yang
tergabung dalam suatu upaya pemecahan masalah bersama untuk mencapai suatu
tujuan. Anggota dari suatu sistem sosial dapat berupa individu, kelompok
informal, organisasi dan atau sub sistem. Proses difusi dalam kaitannya dengan
sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial, norma sosial, peran
pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi.
Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial
terdapat struktur sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma
tertentu. Berkaitan dengan hal ini, Rogers (1983) menyebutkan adanya empat
faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi. Keempat faktor tersebut
adalah:
1) Struktur sosial (social
structure)
Struktur sosial adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola
tertentu. Adanya sebuah struktur dalam suatu sistem sosial memberikan suatu
keteraturan dan stabilitas perilaku setiap individu dalam suatu sistem sosial
tertentu. Struktur sosial juga menunjukan hubungan antar anggota dari sistem
sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada struktur oranisasi
suatu perusahaan atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur sosial
dapat memfasilitasi atau menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz
(1961) seperti dikutip oleh Rogers menyatakan bahwa sangatlah bodoh
mendifusikan suatu inovasi tanpa mengetahui struktur sosial dari adopter
potensialnya, sama halnya dengan meneliti sirkulasi darah tanpa mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang struktur pembuluh nadi dan arteri. Penelitian
yang dilakukan oleh Rogers dan Kincaid (1981) di Korea menunjukan bahwa adopsi
suatu inovasi dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri dan juga
sistem sosial dimana individu tersebut berada.
2) Norma sistem (system norms)
Norma adalah suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh semua anggota
sistem sosial yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota
sistem sosial. Sistem norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima
suatu ide baru. Hal ini sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian
(compatibility) inovasi denan nilai atau kepercayaan masyarakat dalam suatu
sistem sosial. Jadi, derajat ketidak sesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan
atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu
sistem social berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut.
3) Opinion Leaders
Opinion leaders dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yakni
orang-orang tertentu yang mampu memengaruhi sikap orang lain secara informal
dalam suatu sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat
menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka)
berperan sebagai model dimana perilakunya (baik mendukung atau menentang)
diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas disini bahwa orang berpengaruh
memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.
4) Change Agent
Change agent adalah suatua bagian dari sistem sosial yang berpengaruh
terhadap sistem sosialnya. Mereka adalah orang-orang yang mampu memengaruhi
sikap orang lain untuk menerima sebuah inovasi. Tetapi change agent
bersifat resmi atau formal, ia mendapat tugas dari kliennya untuk
memengaruhi masyarakat yang berada dalam sistem sosialnya. Change agent atau
dalam bahasia Indonesia yang biasa disebut agen perubah, biasanya merupakan
orang-orang profesional yang telah mendapatkan pendidikan atau pelatihan
tertentu untuk dapat memengaruhi sistem sosialnya. Di dalam buku
”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” yang ditulis oleh Rogers dan Shoemaker, fungsi
utama dari change agent adalah menjadi mata rantai yang menghubungkan dua
sistem sosial atau lebih. Dengan demikian, kemampuan dan keterampilan change
agent berperan besar terhadap diterima atau ditolaknya inovasi tertentu.
Sebagai contoh, lemahnya pengetahuan tentang karakteristik struktur sosial,
norma dan orang kunci dalam suatu sistem sosial (misal: suatu institusi
pendidikan), memungkinkan ditolaknya suatu inovasi walaupun secara ilmiah
inovasi tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan dengan apa yang sedang
berjalan saat itu.
Ralph Linton (1963) dalam buku ”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” melihat bahwa
setiap inovasi mempunyai tiga unsur pokok yang harus diketahui oleh change
agent, yakni:
Bentuk yang dapat diamati langsung dalam penampilan fisik suatu inovasi
Fungsi inovasi tersebut bagi cara hidup anggota sistem
Makna,
yakni perspektif subyektif dan seringkali tak disadari tentang inovasi tersebut
oleh anggota sistem sosial. Karena sifatnya subyektif, unsur makna ini lebih
sulit didifusikan daripada bentuk maupun fungsinya. Terkadang kultur penerima
cenderung menggabungkan makna inovasi itu dengan makna subyektif, sehingga
makna aslinya hilang.
5) Heterofili dan Homofili
Difusi diidentifikasi sebagai jenis komunikasi khusus yang berhubungan
dengan penyebaran inovasi. Pada teori Two-Step Flow, opinion leader dan pengikutnya
memiliki banyak kesamaan. Hal tersebut yang dipandang dalam riset difusi
sebagai homofili. Yakni, tingkat di mana pasangan individu yang berinteraksi
memiliki banyak kemiripan sosial, contohnya keyakinan, pendidikan, nilai-nilai,
status sosial dan lain sebagainya. Lain halnya dengan heterofili, heterofili
adalah tingkat di mana pasangan individu yang berinteraksi memiliki banyak
perbedaan. Persamaan dan perbedaan ini akan berpengaruh terhadap proses difusi
yang terjadi. Semakin besar derajat kesamaannya maka semakin efektif komunikasi
yang terjadi untuk mendifusikan inovasi dan sebaliknya. Makin tinggi derajat
perbedaannya semakin banyak kemungkinan masalah yag terjadi dan menyebabkan
suatu komunikasi tidak efektif. Oleh karenanya, dalam proses difusi inovasi,
penting sekali untuk memahami betul karakteristik adopter potensialnya untuk
memperkecil “heterophily”.
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_difusi_inovasi
Severin,
Werner Joseph dan James W. Tankard, Jr. Communication Theories: Origins,
Methods, Uses. Edisi 3. New York:
Longman, 1991.
Rogers, Everret M. Dan F. Floyd Shoemaker.
Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional,1981.
Ardianto,
Elvinaro & Erdinaya, Lukiati Komala. Komunikasi massa : Suatu Pengantar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.
Bungin,
Burhan. Sosiologi komunikasi. Jakarta : Kencana, 2007.
Dan
beberapa e-book yang disertakan dalam folder lampiran)
en.wikipedia.org/wiki/Everett_Rogers
http://www.valuebasedmanagement.net/methods_rogers_innovation_adoption_curve.html
a.parsons.edu/~limam240/thesis/documents/Diffusion_of_Innovations.pdf
http://www.stsc.hill.af.mil/crosstalk/1999/11/paulk.asp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar